Senin, 25 Januari 2010

Paradigma Total Quality Management (TQM)

Mutu yang dihasilkan oleh bangsa Jepang sangat ditentukan oleh perbaikan terus menerus yang dilakukan. Mereka yakin bahwa mutu adalah bagian dari produk yang dibuat dan mutu merupakan tanggungjawab semua karyawan mulai dari Presiden Direktur sampai tingkat terendah yang terlibat dalam proses yang mempengaruhi mutu. Di Amerika Serikat, 20-25% dari biaya produksi hanya digunakan untuk mencari dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi. Sementara di Jepang, hanya 3% saja yang digunakan untuk aktivitas tersebut. Yang terjadi pada bangsa Jepang adalah bahwa seorang operator juga melaksanakan proses inspeksi selama berlangsungnya suatu proses produksi, ia bahkan juga bisa menganalisa sampai mengambil inisiatif perbaikan untuk ketidaksesuaian yang ditemui.

Cara kerja ini ternyata berhasil meningkatkan

semangat kerja dan motivasi karyawan. Hanya masalah-masalah yang tak dapat diselesaikan di tingkat bawahlah yang baru dibawa ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan usaha tambahan dari para pekerja, pengiriman yang tepat waktu dan menjaga persediaan stok serendah mungkin telah menjadi suatu motivasi bagi para pekerja. Kondisi ini secara tidak langsung juga mempengaruhi dan membina para pemasok, sehingga standar mutu yang tinggi selalu terjaga. Kira-kira seperti itulah Mutu yang diharapkan oleh Perusahaan kita. Mutu seperti ini dapat dicapai dan diwujudkan salah satunya dengan menerapkan TQM, dimana TQM diharapkan dapat membentuk seluruh karyawan menjadi satu pondasi yang luar biasa kuat yang dapat menopang pilar-pilar lainnya dengan kokoh, sehingga sampai ke bagian atap dan membentuk suatu bangunan yang sempurna sesuai dengan harapan bersama dan menjadi kebanggaan bersama pula.

Secara spesifik TQM dapat didefinisikan sebagai suatu sistem manajemen yang dinamis yang mengikutsertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan konsep dan teknik pengendalian mutu untuk mencapai kepuasan pelanggan dan kepuasan yang mengerjakannya.



8 Elemen TQM

Mutu Terpadu (Total Quality ) merupakan sebuah deskripsi dari budaya, sikap, dan organisasi, dari sebuah perusahaan yang berusaha untuk menyediakan produk dan pelayanan yang bisa memuaskan atau memenuhi kebutuhan pelanggannya. Budaya tersebut meletakkan mutu dalam semua aspek operasional perusahaan, dengan proses-proses yang dilakukan secara benar pertama kali, dan cacat (defect) atau pemborosan dihilangkan dari operasi.

Agar sukses dalam menerapkan TQM, suatu organisasi harus berkonsentrasi pada 8 elemen kunci berikut:

1. Etika
2. Integritas (kejujuran)
3. Kepercayaan
4. Pelatihan (training)
5. Kerja tim (team work)
6. Kepemimpinan (leadership)
7. Penghargaan (recognition)
8. Komunikasi

TQM telah diciptakan untuk menggambarkan sebuah filsafat yang menjadikan mutu sebagai tenaga penggerak di belakang kepemimpinan, desain, perencanaan, dan inisiatif perbaikan. Untuk hal itu, TQM membutuhkan bantuan dari kedelapan elemen kunci di atas. Elemen-elemen ini selanjutnya dapat dikelompokkan lagi ke dalam empat bagian berdasarkan fungsinya dalam membentuk struktur bangunan TQM. Keempat bagian tersebut adalah:

I. Pondasi – mencakup: etika, integritas dan kepercayaan
II. Batu Bata – mencakup: pelatihan, kerja tim, dan kepemimpinan
III. Campuran Semen Pengikat – mencakup: komunikasi
IV Atap – mencakup: Penghargaan


Gambar 1. Struktur Bangunan Total Quality Management

Paradigma TQM
Perbedaan yang nyata antara TQM dengan sistem manajemen mutu yang lain adalah bahwa TQM menitikberatkan pada keterlibatan semua individu organisasi untuk mencapai suatu sasaran mutu. Ada 5 manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan TQM yaitu:

Produk yang dihasilkan bermutu tinggi (Quality), biaya yang efisien (Cost), waktu pengiriman yang tepat (Delivery), semangat kerja yang tinggi (Morale), dan lingkungan kerja yang aman (Safety). Kelima manfaat itu lebih populer dikenal dengan istilah QCDMS.
Salah satu pola pendekatan TQM adalah dengan menggunakan pendekatan paradigma. Paradigma adalah suatu kumpulan ide-ide, biasanya tidak tertulis, yang telah dipelajari melalui pengalaman dan mendefinisikan suatu aturan yang alamiah. Suatu paradigma berlaku sebagai saringan mental, yang merupakan batasan dalam berfikir tentang segala sesuatu melalui penjabaran kondisi-kondisi pembatas yang biasanya berlebihan daripada kenyataan sesungguhnya (imagineering). sebagian contoh paradigma yang terlihat benar pada waktu tertentu, namun pada tahun-tahun selanjutnya tidak bisa lagi diterima kebenarannya karena kesalahan-kesalahan dari paradigma-paradigma tersebut muncul ke permukaaan.

paradigma-paradigma lama yang masih digunakan oleh sebagian besar Manager bisnis adalah sebagai berikut:

 Orang tidak suka bekerja, mereka bekerja hanya untuk uang.
 Hanya sebagian kecil orang yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri.
 Tugas manajemen adalah menjaga kemudahan bekerja dan mengawasi secara ketat.
 Hanya jika dikontrol secara ketat, maka orang-orang akan bekerja sesuai standar.
 Jika pekerja diperlakukan secara baik dan adil, maka mereka akan menghormati wewenang atasannya.
 Untuk menjamin mutu, produk harus diperiksa dan penyimpangan yang terjadi dikerjakan ulang.
 Hasil akhir adalah apabila pelanggan membeli barang yang ada.

Paradigma-paradigma di atas merupakan landasan budaya mutu “kuno”. Konsep dasar, tentunya dengan prinsip pemeriksaan untuk kesesuaian, identifikasi cacat, dan pembagian tanggungjawab untuk setiap penyimpangan yang terjadi, sangatlah tidak sesuai - sebab hal di atas bertumpu pada pengukuran produk dan bukan pada perbaikan proses. Dengan menggunakan TQM, suatu paradigma baru akan berlaku sebagai berikut:

 Semua aktivitas didasarkan pada kepercayaan bahwa pelanggan yang paling utama.
 Semua kemampuan diarahkan untuk mencapai suatu perbaikan mutu yang berkesinambungan.
 Usaha yang sedang berlangsung dilakukan untuk menghilangkan pemborosan, dengan definisi pemborosan adalah siklus barang terbuang (scrapping), pengerjaan ulang (rework), pemeriksaan ulang, penulisan ulang, analisa ulang dan perancangan ulang.
 Diasumsikan bahwa orang bekerja bertujuan ingin berkontribusi, bahwa mereka berlaku seperti sumber yang tidak terencana, dan bahwa suatu cara harus ditemukan untuk memanfaatkan sumber tersebut.
 Iklim kerja yang ideal adalah suatu lingkungan yang memungkinkan setiap orang berkontribusi pada perbaikan yang berkelanjutan.

Paradigma baru membutuhkan kita untuk berfikir secara berbeda tentang dasar-dasar pelanggan dan mengembangkan suatu kerjasama dengan pelanggan. Paradigma baru membutuhkan perubahan pendekatan yang kita lakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Dari satu usaha memperbaiki cacat dan penyimpangan, menjadi satu usaha memantapkan proses dan prosedur yang akan mencegah cacat.
2. Dari satu cara menggunakan inspeksi untuk “memperbaiki” mutu produk, menjadi satu cara menggunakan konsensus untuk “mendesain dan membangun” mutu produk.
3. Dari satu cara penerimaan tingkat cacat sebagai kegiatan normal, menjadi satu budaya yang mantap dari perbaikan yang berkelanjutan pada proses.
4. Dari satu mentalitas menang-kalah (win-lose) yang berakibat “pemerahan” terhadap pemasok, menjadi pendekatan menang-menang (win-win) yang berakibat saling percaya dan kerjasama dengan pemasok

Cara TQM dalam menjalankan bisinis harus melibatkan suatu perubahan cara berfikir dari “Jika tidak rusak, jangan mengadakan perbaikan”, menjadi “Jika tidak sempurna, lanjutkan untuk terus memperbaikinya”.

IF IT AIN’T BROKE DON’T FIX IT รจ IF IT AIN’T PERFECT CONTINUE TO IMPROVE IT

Kebanyakan kita sudah dikondisikan untuk hanya bekerja jika ada permasalahan, padahal ini merupakan sikap negatif. Adalah pendekatan TQM meliputi persamaan berikut:

Perbaikan mutu = Perbaikan produktivitas = Hasil perbaikan bottom-line

Kebanyakan dari kita telah dibentuk untuk percaya bahwa produktivitas dipengaruhi oleh hasil-hasil lini paling rendah (bottom-line). Sedangkan, asumsi “Mutu = Produktivitas” adalah suatu konsep baru, dan sejumlah orang sukar untuk mengerti konsep tersebut, tetapi untuk menerima konsep TQM, setiap orang harus percaya bahwa “Perbaikan Mutu = Perbaikan Produktivitas”.

To be Continue…..
( dikutip dari beberapa sumber oleh : HR )





0 komentar:

Posting Komentar