Senin, 25 Januari 2010

5R dan Budaya Industri

1. Persaingan global
Dengan makin tipisnya batas ekonomi antar negara karena globalisasi, maka industri Indonesia makin menghadapi tantangan yang tak mudah. Bukan hanya industri Indonesia saja yang mendapat peluang berekspansi ke manca negara, namun sebaliknya industri kita juga menghadapi banyak pesaing baru dari luar yang akan menyerbu pasar dalam negeri. Pengamanan dengan isolasi, melalui tarif, larangan import dan sebagainya tak lagi mampu membendung, mau tak mau industri kita harus bersaing melalui kekuatan sendiri menghadapi tantangan yang dihadapi.
Banyak orang masih menganggap bahwa industri kita memiliki tenaga kerja yang berkelimpahan, yang dapat dijadikan andalan. Kita menyadari bahwa Indonesia telah menjadi lahan investasi bagi berbagai jenis industri senja yang haus tenaga kerja kasar, seperti industri garment, sepatu dan sebagainya. Industri-industri lebih canggih dengan nilai tambah tinggi tak berkembang secepat industri senja di negara kita. Penyebabnya terutama karena kualifikasi tenaga kerja Indonesia yang dianggap belum cukup memadai.
Banyak negara “macan tidur” di Asia mulai bangkit dan mengembangkan potensi industri mereka, seperti Kamboja, Vietnam dan terutama China. Tentu saja negara-negara Asia yang sudah terbilang maju pun tidak tinggal diam, seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapore, Hongkong serta Thailand, Malaysia dan Philipina. Mereka berlomba untuk naik kelas. Industri Indonesia, yang sementara ini masih disejajarkan dengan Thailand, Malaysia dan Philipina, nampaknya harus lebih keras berusaha agar tidak tinggal kelas. Tampaknya, persaingan menarik investasi industri dan memperebutkan lapangan kerja akan makin riuh di pasar global. Indonesia hanya akan kebagian lapangan kerja bagi tenaga kasar dengan biaya murah, bila tidak segera melakukan pembenahan dalam menyiapkan insan industri yang memadai.

2. Budaya Industri Sebagai Competitive Advantage
Salah satu hal yang perlu dikembangkan di industri Indonesia terutama adalah budaya industri efektif, atau mungkin lebih dikenal sebagai budaya kerja. Sampai saat ini belum banyak industri yang secara sistematis dan sengaja mengusahakan pemantapan budaya industri di kalangan tenaga kerjanya. Masih banyak perilaku-perilaku yang tidak produktif berkembang di tempat kerja. Sebagai negara yang baru mulai berkembang dalam industri, angkatan kerja kita umumnya belum memiliki budaya industri yang memadai. Masih banyak kebiasaan pertanian yang dibawa ke dunia industri, seperti misalnya mengenai limbah. Banyak yang menganggap bahwa limbah dan sampah industri sama dengan limbah pertanian yang secara alamiah akan terserap bumi dan mewujud kembali menjadi kesuburan tanah untuk siklus tanam berikutnya. Jangan heran bahwa masih banyak karyawan yang meludah langsung di lantai pabrik karena anggapan ini.
Budaya menyimpan persediaan di lumbung juga masih banyak terlihat, yaitu dalam bentuk persediaan antar proses. Unit-unit proses kerja di dalam pabrik sering memiliki lumbung sendiri yang makin lama makin bertumpuk sehingga mengganggu kelancaran produksi. Banyak pula Manager industri yang menganggap tenaga kerja seperti buruh tani musiman, sehingga bila terjadi lonjakan permintaan sesaat, dengan mudah mereka menambah tenaga kerja tanpa melakukan perencanaan.
Banyak perusahaan yang tidak menyadari bahwa keunggulan komparatif dapat lebih efektif dibangun melalui penyebarluasan budaya industri dan pola pikir kolektif dalam perusahaan. Mereka sering terpaku pada kecanggihan teknologi semata sebagai penyebab kalahnya mereka dalam persaingan. Pesaing bisa lebih maju karena mereka punya mesin baru atau punya komputer canggih atau robot dan otomatisasi. Mereka tidak menyadari, bahwa bila kita melakukan strategi teknologi canggih semata, maka pesaing kita dapat dengan mudah menirunya. Pemasok teknologi sudah cukup banyak di seluruh dunia ini. Teknologi bisa dibeli. Jadi bila pesaing ingin menyamai kita dalam teknologi, maka dengan mudah mereka dapat menemukan pemasoknya. Mungkin dalam waktu 3 bulan atau paling lama setengah tahun mereka sudah bisa menyamai kita dengan membeli teknologi dari penyalurnya.
Strategi lain yang perlu dikembangkan adalah strategi KAIZEN. Dalam hal ini budaya industri dan pola pikir kolektif karyawan direkayasa dan dimanajemeni secara serius agar mereka selalu melakukan tindakan-tindakan rasional yang bermakna (bernilai tambah) bagi perusahaan. Upaya-upaya KAIZEN ini bukanlah dilakukan dengan terobosan investasi baru yang serba canggih, namun lebih mengarah pada “soft technology” yaitu melakukan perbaikan pada manusia dan sistem kerja, memanfaatkan sumber daya yang sudah ada. Pengembangan budaya industri memang bukan hal yang dapat dilakukan semalam, usaha ini perlu waktu untuk mencapainya. Namun di balik itu, ada keuntungan istimewa bagi perusahaan, budaya industri juga tak mudah ditiru. Pesaing yang akan meniru strategi ini akan kecewa karena mereka akan terlambat.

3. Strategi KAIZEN dan Pembentukan “Thinking Employee”
Suatu kisah terjadi di pabrik Toyota ketika diperlukan perluasan pabrik mesin pada sekitar tahun 1966. Saat itu pabrik motor berproduksi dengan kapasitas 5.000 unit per bulan dengan 80 karyawan. Ketika Taichi Ohno bertanya kepada Manajer Produksi tentang berapa kebutuhan tenaga kerja bila produksi harus ditingkatkan menjadi 10.000 unit mesin per bulan, maka Manajer Produksi dengan lugu menjawab: “Diperlukan 160 orang, Pak!”. Taichi Ohno dengan kesan seram menanggapi : “Kamu mengajariku seperti anak SD, 2 kali 80 orang adalah 160 orang. Semua orang juga tahu itu. Apakah kamu pikir saya tidak tahu?”. Teguran keras yang diberikan oleh Taichi Ohno kepada bawahannya ini sangatlah tajam. Karena jawaban seperti yang diajukan bawahannya sama sekali tidak mencerminkan semangat KAIZEN yang memadai. Sebagai Manajer Produksi, ia harus dapat memberikan jawaban dengan nuansa yang lebih luas dari sekedar matematika biasa. Yang ada di tempat kerja bukanlah sekedar angka-angka, tempat kerja terdiri atas berbagai unsur dengan kaitan yang sangat kompleks. Pengamatan harus dilakukan, pemborosan pada operasi harus ditemukenali dan dihilangkan, dan berbagai program KAIZEN harus digelar.
Setelah mereka berhasil menaikkan produksi menjadi 10.000 unit dalam tiga bulan, ternyata 100 orang cukup untuk menangani jalur produksi tersebut. Para pekerja itu tidak bekerja lebih berat, karena banyak perbaikan yang dapat dipikirkan dan diterapkan menghadapi produksi yang dua kali lipat tersebut. Jelaslah, bahwa semangat KAIZEN dan dinamika tempat kerja memberikan solusi lain daripada matematika. Contoh ini menggambarkan secara tepat bagaimana KAIZEN diterapkan secara serius untuk membentuk “thinking employee”.
KAIZEN tidak hanya sekedar teknik dan sistem saja. Namun di balik semua perwujudan perbaikan yang berhasil dicapai, tampak adanya suatu budaya kerja dan pola pikir tertentu yang membuat semua orang dalam suatu perusahaan selalu melakukan hal-hal dengan pola KAIZEN yang rasional.

4. Wajah Tempat Kerja Yang Sarat Mengandung Pemikiran
Ciri yang terdapat pada pabrik kelas dunia sebetulnya bukan terletak pada mesin-mesin canggih, namun justru pada wajah tempat kerja yang terkelola

dengan baik. Pada banyak kesempatan melihat berbagai pabrik di seluruh dunia, penulis banyak terkesan pada pabrik yang justru menekankan manajemen tempat kerja yang baik. Di tempat kerja ini tampak suatu wujud tempat kerja yang sarat mengandung pemikiran matang dari para penghuninya. Apa saja yang terlihat di tempat kerja memiliki latar belakang pemikiran yang bijak. Tempat kerja tumbuh melalui proses manajemen yang efektif dan direkayasa secara sengaja untuk selalu disesuaikan kebutuhan. Segala sesuatu di tempat kerja jelas status maupun maksudnya.
Contoh sederhana, misalnya baling-baling kertas yang dipasang pada suatu mesin tertentu. Baling-baling kertas itu berputar karena dari mesin tersebut berhembus angin, apa maksudnya? Kita akhirnya memahami bahwa baling-baling itu berguna untuk menunjukkan bahwa mesin bekerja dengan baik, suatu mekanisme “visual control” yang diterapkan di tempat kerja. Dengan cara itu Operator mesin tak perlu harus melangkah menuju ke mesin untuk memeriksa apakah mesin dan hembusan angin yang ada mengalir lancar, dengan memandang sepintas ia dapat menilai jalannya mesin. Suatu cara cerdik untuk menghilangkan kegiatan yang tidak diperlukan.
Dalam kenyataan, semua keadaan fisik, benda maupun prosedur dan sebagainya yang terdapat di tempat kerja, sarat mengandung pemikiran rinci. Mungkin kita dapati penggunaan kode warna yang sangat intensif, demikian juga dengan penerapan “papan peraga” serta lampu sinyal dan alarm. Bila kita melihat ke berbagai mesin di tempat kerja anda, juga kita mendapati mesin-mesin yang transparan dalam arti kata yang sebenarnya (tutup dan pintu yang diganti dengan plastik tembus pandang).
Ada suatu kisah yang banyak diceritakan orang, kisah mengenai Newton, bapak Fisika yang terkenal itu. Suatu saat ia berjalan-jalan ke desa dan berteduh di bawah sebuah pohon apel. Selagi terkantuk-kantuk, buah apel jatuh menimpanya. Kejadian ini memicu dirinya untuk berpikir “mengapa apel bisa jatuh?”. Akhirnya ia merumuskan hukum gravitasi sebagai hukum alam yang universal. Buah apel jatuh ke bawah karena hukum alam. Menurut pandangan pakar industri di Jepang, hukum gravitasi ini berlaku hanya untuk lingkungan alam dan tidak berlaku di tempat kerja. Bila di tempat kerja ada kejadian apel yang jatuh, maka hal ini terjadi karena ada orang yang menjatuhkan apel atau ada orang yang membiarkan apel itu jatuh.
Inti pokok pandangan ini berpangkal pada prinsip bahwa tempat kerja adalah lingkungan buatan yang berbeda dengan lingkungan alam biasa. Lingkungan buatan adalah lingkungan yang diciptakan dan dimanajemeni dengan sengaja. Jadi setiap keganjilan yang terjadi di tempat kerja pasti berpangkal pada kesalahan dalam rekayasa dan pemikiran serta tindakan para penghuninya. Inilah yang mendasari lingkungan tempat kerja yang sarat dengan buah pikiran perbaikan. Segala sesuatu yang ada di tempat kerja harus sengaja diciptakan dan direkayasa untuk memenuhi maksud-maksud tertentu. Kita bisa bandingkan dengan keadaan di berbagai pabrik di Indonesia, terutama di pabrik dimana kepedulian terhadap tempat kerja sangat tipis. Tumpukan barang yang berserak di lantai kerja, pipa-pipa yang bocor, mesin yang penuh dengan kotoran atau barang-barang yang tak digunakan dan sampah di tempat kerja serta kerancuan yang terjadi di mana-mana. Semua itu menggambarkan keadaan lingkungan buatan yang tumbuh secara liar dan tidak dimanajemeni dengan baik. Akarnya adalah pola pikir yang masih menganggap bahwa lingkungan kerja adalah juga lingkungan alam. Pola pikir ini adalah pola pikir budaya pertanian primitif yang perlu segera kita ubah.
Jadi, bila kita melihat suatu tempat kerja yang baik dan efektif dalam menghasilkan produksi secara efektif, maka perlu dipikirkan bahwa tempat kerja seperti itu tercipta karena pola pikir kolektif karyawan yang dibina dan dimanajemeni dengan baik. Pertanyaan berikut yang perlu diajukan adalah upaya-upaya apa yang ditempuh dalam menyebarluaskan dan membudayakan pola pikir kolektif seperti itu. Sebagai langkah yang paling mendasar dari upaya membudayakan pola pikir karyawan, maka program 5R merupakan program yang paling tepat.

Rangkuman :

1.Persaingan global telah mendorong kita untuk memilih strategi yang akan diterapkan.

2.Ada strategi “hard technology” yang mengutamakan otomatisasi, mesin canggih, komputerisasi, dsb. Di samping itu ada pula “soft technology” yang berkaitan dengan KAIZEN dan penyemaian budaya industri.

3.Strategi KAIZEN mengutamakan karyawan yang mampu dan mau berpikir “thinking employee” melalui usaha pembinaan pola pikir kolektif dan penyemaian budaya industri.

4.5R merupakan langkah awal dalam penyemaian budaya industri, karena melalui program ini karyawan diajak untuk memikirkan tempat kerjanya.








Pengantar 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin)


Tema 5R yang menjadi populer di Jepang pada sekitar dasawarsa tahun 70-an ini sangatlah menarik, karena punya sifat yang sederhana, mudah, tampak nyata dan “to the point”. Namun di samping itu, program ini juga sangat efektif dalam membenahi tempat kerja. Bila program ini dapat diterapkan secara menyeluruh dalam perusahaan akan meningkat pesat. Logikanya adalah, bila seluruh sumber daya manusia pada perusahaan memiliki pola pikir dan pola tindak serta perilaku yang sesuai dengan 5R, maka banyak masalah operasional dapat dihindari.
Perhatikan masalah-masalah berikut :
1.Hambatan fisik kelancaran operasi yang timbul karena terlalu banyak barang di tempat kerja ;
2.Hambatan karena barang hilang ;
3.Kemacetan peralatan mendadak karena tidak terpelihara dan kotor ;
4.Kerancuan prosedur ;
5.Cacat pemrosesan dan kesalahan kerja ;
6.Pindah-memindahkan barang ;
7.Pola tindak yang tidak dapat dipastikan karena tidak adanya disiplin.

Bila masalah-masalah itu dapat dihilangkan, dapatlah dipastikan akan tercipta proses yang makin lancar dan produktivitas yang meningkat. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka 5R banyak digunakan sebagai teknik dasar untuk peningkatan produktivitas perusahaan.
Sayangnya, banyak perusahaan yang memandang 5R sebagai sekedar teknik semata. 5R diterapkan secara menggebu pada saat awal, namun meredup setelah beberapa saat dan kondisi semula yang jelek kembali muncul di tempat kerja. Oleh karena itu, perlu ditekankan 5R dari segi budaya manusia. Dalam hal ini, 5R tidak sekedar merupakan teknik, namun merupakan pola pikir kolektif yang tersebar luas dan dianut penuh oleh seluruh jajaran karyawan. Makin kokoh budaya ini ditanamkan pada suatu perusahaan, makin tampak kelancaran operasional perusahaan dan keunggulan perusahaan menjadi makin nyata dalam arena persaingan.
Banyak perusahaan sekarang merujuk pengembangan sumber daya manusia sebagai hal yang penting. Sayangnya, mereka memandang sempit pengembangan SDM ini dan membatasinya sebagai pelatihan saja, dan belum menyadari bahwa pola pikir karyawan dengan budaya kerja 5R adalah karyawan plus yang lebih baik daripada karyawan biasa.
Pengertian budaya disini mencakup : pemahaman oleh banyak orang, keyakinan akan kebenarannya bila diterapkan, pengamalan secara terus menerus sebagai norma dan adanya kontrol sosial terhadap pelanggaran norma. Jelaslah bahwa pembentukan 5R sebagai budaya bukan sekedar penerapan suatu teknik sekali jadi, melainkan merupakan suatu proses yang harus dijalani dengan sabar.


Pada pokoknya tujuan dari 5R bagi perusahaan, adalah :
1. Produktivitas, peningkatan nilai tambah kegiatan perusahaan.
2. Efisiensi, penghematan biaya melalui penghapusan pemborosan.
3. Kualitas, baik kualitas hasil kerja maupun proses kerja.
4. Keselamatan dan keamanan kerja.

Tujuan pokok tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan kepentingan karyawan. Program 5R pada dasarnya tidaklah menyarankan agar karyawan bekerja lebih keras, namun lebih “cerdik” dalam segala tindakannya. Topik 5R adalah topik yang tidak sulit sehingga sebaiknya program ini diperkenalkan pada karyawan secara menyeluruh. Prinsip pemahaman bersama dari 5R ini ditekankan sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip ini harus diketahui dari tingkat tertinggi sampai tingkat terendah, Direktur sampai Tukang Sapu. Penekanan pemahaman bersama ini diterapkan karena pada dasarnya program 5R mengandung beberapa nilai seperti :
-Sederhana ;
-Mudah dipahami ;
-Praktis ; dan
-Nyata.
Oleh karena itu seusai pelatihan, para peserta diharapkan mulai melakukan penyuluhan kepada anak buahnya.

Rangkuman :
1.5R meskipun tampak remeh, dapat memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi kelancaran operasional perusahaan.
2.Manfaat bagi perusahaan tampak pada aspek : Produktivitas, Efisiensi, Kualitas dan Keamanan Kerja.
3.Manfaat ini tidaklah bertentangan dengan kepentingan karyawan, karena dengan 5R karyawan akan bekerja lebih cerdik, bukan lebih keras.
4.Pemahaman bersama dari seluruh jajaran karyawan merupakan kunci sukses penerapan 5R.




RINGKAS




1. Latar belakang RINGKAS
Ringkas berarti “menyingkirkan segala sesuatu yang tidak diperlukan dari tempat kerja”. Tempat kerja bila dibiarkan tumbuh secara alamiah akan berakibat pada makin sempitnya tempat kerja. Oleh karena itu pemikiran yang terdapat di belakang gerakan Ringkas adalah :
1.Barang yang terlalu banyak di tempat kerja menghambat aliran, baik aliran produk maupun aliran petugas. Hambatan terhadap aliran ini merupakan penghalang dari kegiatan produksi.
2.Bila tempat kerja menjadi ringkas, maka keleluasaan kerja tercipta. Dampaknya tampak jelas pada mobilitas kerja karyawan dan meningkatkan produktivitas.
3.Bila tempat kerja terlalu banyak barang yang tidak dibutuhkan, maka timbul kerawanan dan kondisi kerja menjadi kurang aman.
4.Kegiatan meringkas tempat kerja juga menghindari terjadinya tempat kerja yang dirasakan terlalu sempit.
5.Last but not least, tempat kerja membutuhkan biaya, anda dapat menghitung sendiri berapa US Dollar tarif sewa per meter persegi yang berlaku untuk tempat kerja anda per bulan.

2. Ringkas Yang Seperti Apa?
Penerapan Ringkas di tempat kerja dimulai dengan merumuskan apa yang diperlukan dan apa yang tidak diperlukan untuk bekerja. Semua yang ada di tempat kerja diperiksa. Mencakup barang-barang permanen yang berada di tempat kerja seperti mesin, peralatan, sampel contoh, barang rusak dan berbagai barang administrasi dari berbagai sumber : arsip, catatan dan dokumen. Perlu diperhatikan pula beberapa jenis barang yang menempel di tempat kerja, namun tak digunakan lagi, seperti : lampu, kipas angin rusak, pipa yang tak digunakan, papan pengumuman, switch, electrical box, kabel, selang angin-air dan berbagai benda yang menempel di mesin seperti bekas jig-fixtures, dsb. Tempat-tempat tersembunyi yang biasanya menjadi sarang barang-barang yang tak digunakan hendaklah diperiksa secara teliti. Barang-barang pribadi karyawan sebaiknya disimpan di locker masing-masing, jadi tidak sepantasnya berada di tempat kerja.
Di samping barang-barang permanen, barang-barang yang sekedar lewat di tempat kerja perlu pula diringkas, seperti : material, bahan baku, komponen, barang setengah jadi, dsb. Barang-barang yang merupakan objek produksi ini perlu ditentukan jumlah kebutuhannya dan ditetapkan berapa banyak yang diperbolehkan berada pada jalur produksi, tingkat persediaan maksimum dan minimumnya.
Bila kegiatan ini tak pernah dilakukan, umumnya tempat kerja tumbuh liar dan menjadi tempat berbagai barang yang berkaitan dengan produksi.

3. Langkah-langkah menuju Ringkas :

Untuk mencapai sasaran tersebut, dilakukan langkah-langkah :
1).Penyeragaman pengertian, tentang barang yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan.
Rumusan pengertian ini harus dibuat sejelas mungkin untuk : mesin, peralatan kerja, barang persediaan, dsb.
2).Kegiatan meringkas tempat kerja, kegiatan fisik untuk menyingkirkan keluar barang yang tak digunakan. Di sini dapat diterapkan teknik kartu merah atau pasar loak.
3).Pemeriksaan berkala keadaan Ringkas. Dengan melakukan Tool Box Audit, membuka semua pintu lemari peralatan di tempat kerja, memeriksa tempat tersembunyi dan mengajukan pertanyaan.
4).Pelembagaan Ringkas, merupakan pelimpahan wewenang pada karyawan untuk menjaga kondisi Ringkas yang sudah diciptakan.
Kembali ke topik pola pikir kolektif, karyawan hendaklah dilibatkan untuk berpikir tentang apa yang digunakan dan apa yang tak digunakan, dengan cara ini sedikit demi sedikit karyawan dibimbing untuk berpikir.

4. Kiat-kiat Dalam Melaksanakan Ringkas :
Kampanye yang biasanya dilakukan untuk memulai kegiatan Ringkas dapat dikemukakan berikut ini :
Pasar Loak: Suatu tempat penampungan sementara disiapkan untuk menampung barang-barang yang disingkirkan dari tempat kerja. Tiap karyawan harus menyingkirkan barang tak berguna ke tempat ini. Bila dalam batas waktu tertentu ada unit lain yang membutuhkan barang tertentu di sini, barang tersebut dapat diperoleh setelah menghubungi koordinator.

Pegadaian: Alat ini tak akan digunakan bulan ini, tapi mungkin saya akan membutuhkannya tiga bulan lagi. Kasus barang seperti ini sebaiknya ditampung di pegadaian, yang merupakan “tool room” atau gudang peralatan.

Museum: Untuk barang yang tidak akan digunakan lagi, namun memiliki nilai historis dan perlu dilestarikan.

Tool Box Audit: Pemeriksaan tempat kerja dengan membuka semua lemari kerja serta laci-laci meja dan memeriksa kegunaan barang yang terdapat di dalamnya secara teliti.
Kampanye 5R yang biasanya dimulai dengan tempat kerja yang Ringkas, yaitu menyingkirkan barang-barang yang tidak berguna dari tempat kerja. Pada kegiatan Ringkas, hal yang perlu diperhatikan adalah pembekalan pertimbangan pada karyawan agar mereka dapat memisahkan barang yang masih diperlukan dan barang yang tak diperlukan. Barang yang tak diperlukan kemudian disingkirkan dari tempat kerja guna menghapuskan hambatan kerja yang diakibatkannya.
Rangkuman :
1.Dengan Ringkas, aliran kerja menjadi lebih lancar sehingga waktu tempuh barang akan meningkat.
2.Melalui Ringkas,fokus kerja juga makin tajam, sehingga produktivitas meningkat.
3.Ringkas melibatkan pemikiran semua orang di tempat kerja mengenai apa yang mereka butuhkan dan apa yang tidak dibutuhkan.
4.Penerapan ringkas umumnya dilakukan dengan kampanye, di mana para karyawan diajak untuk merubah pandangannya terhadap tempat kerja.


R A P I



1. Latar Belakang Rapi
Rapi berarti “semua barang ada tempatnya”. Bila barang-barang di tempat kerja tidak memiliki kepastian alamat dan tempat, maka berarti tempat kerja tersebut tidak dimanajemeni dan berbagai dampak negatif pun berkembang.
Berbagai manfaat yang melatar belakangi kegiatan Rapi adalah :
- Kegiatan cari-mencari barang adalah kegiatan pemborosan dan tidak memberikan nilai tambah. Barang yang dicari mungkin tidak hilang, namun waktu kerja yang berharga telah dikorbankan untuk cari-mencari.
- Penggunaan alat substitusi dapat mengakibatkan kualitas yang menurun. Bila kondisi tempat kerja rapi, maka tak perlu lagi ada alat yang tidak ditemukan dan diganti dengan alat lain yang mengakibatkan kualitas menurun (tak ada rotan akarpun jadi).
- Seringkali untuk mengambil suatu barang kita harus memindahkan dahulu barang yang menghalanginya. Dengan kondisi yang rapi, petugas dapat segera mengambil barang yang dibutuhkan tanpa kegiatan pindah-memindahkan.
- Kehilangan barang dapat terjadi pada kondisi tempat kerja yang tidak rapi. Kerugian bukan hanya mencakup nilai barang tersebut, namun juga penundaan produksi yang diakibatkannya.

2. Rapi Yang Seperti Apa?
Rapi pada prinsipnya mengutamakan kemudahan akses terhadap berbagai barang di tempat kerja. Bila kita menelaah cara kita mendapatkan suatu barang yang kita butuhkan, sebut saja misalnya barang X. Maka proses mendapatkan barang X itu dilakukan dengan langkah-langkah :
1.Mencari alamat dari barang tersebut ;
2.Datang ke lokasi alamat barang dan mencari barang X ;
3.Mengambil barang.
Untuk setiap langkah ini dapat diciptakan berbagai kemudahan. Misalnya denah peta lokasi dapat mempercepat dalam menemukan alamat. Papan penunjuk dapat membimbing ke alamat lokasi. Barang X mudah ditemukan bila barang X dapat terlihat jelas. Barang X juga mudah diambil bila tidak terhalang atau tertumpuk di bawah barang yang lain. Dengan sendirinya barang X juga mudah dikembalikan setelah digunakan.
Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dalam menemukan barang yang dibutuhkan juga diantisipasi, misalnya bila barang tersebut sedang digunakan oleh orang lain. Biasanya diusahakan tanda kecil di lokasi barang merujuk pada orang yang sedang menggunakan barang itu.
Pada prinsipnya, rapi yang dikehendaki adalah semua barang di tempat kerja harus memenuhi 3 Mudah : dilihat, diambil dan dikembalikan.


3. Langkah-langkah Menuju Rapi :
Dalam menuju Rapi, langkah-langkah berikut perlu diperhatikan :
1).Pengelompokkan barang, dapat mengikuti pola uniform atau pola set.
2).Persiapan tempat penyimpanan. Di mana barang akan ditempatkan harus diputuskan, apakah di lantai, di rak, di dalam troley, di dalam laci atau digantung. Volume dan frekuensi pemakaian barang juga harus dipertimbangkan. Barang yang sering dipakai harus memenuhi syarat : tampak/terlihat, mudah diraih dan mudah dikembalikan.
3).Pembatas tempat. Jumlah barang produksi hendaklah dibatasi dengan garis dan pembatas jumlah barang.
4).Carik pengenal barang diterapkan untuk memudahkan pengembalian dan menghindari kehilangan.
5).Denah lokasi penyimpanan, untuk memudahkan dalam mencari barang.


4. Kiat-kiat Untuk Rapi :
Rapi pada umumnya mengikuti setelah gerakan Ringkas diterapkan, yaitu setelah di tempat kerja hanya terdapat barang-barang yang dibutuhkan. Berikut ini adalah kiat-kiat dalam melakukan Rapi :

Pola Uniform: Pengelompokan beberapa barang sejenis pada suatu tempat tertentu, umumnya diterapkan untuk penempatan barang untuk produksi.

Pola Fungsional: Pengelompokkan beberapa jenis barang dalam satu tempat untuk alasan urutan pengerjaan. Umumnya diterapkan pada alat kerja atau barang produksi yang akan dirakit.

Garis Batas: Merupakan batas dari lokasi penempatan barang, penempatan di luar garis batas harus dianggap sebagai kejanggalan atau ketidakwajaran yang harus dihindari. Pembuatan garis batas sesuai dengan bentuk barang merupakan kombinasi dari penerapan garis batas dan tanda pengenal.

Penempatan Terbuka : Bila barang disimpan di lemari tertutup (tidak terlihat dari luar) dan terkunci, maka kerapian tak dapat dijamin. Usahakan lemari atau laci dengan pintu tembus pandang atau terbuka. Di samping kerapian terjamin, kemudahan menemukan barang dapat segera diterapkan.

Kode Warna: Kode warna sangat memudahkan dalam asosiasi tempat barang, misalnya satu set peralatan khusus untuk mesin Y diberi tanda warna hijau karena mesin Y juga berwarna hijau.
Rangkuman :
1.Rapi terutama berkaitan dengan pemanfaatan waktu, yaitu dengan menghilangkan cari-mencari, bawa-membawa dan pindah-memindah.
2.Rapi membuat petugas bekerja dengan benar dan taat azas, tidak lagi menerapkan “tak ada rotan, akarpun jadi” yang berdampak pada kualitas.
3.Rapi pada prinsipnya memberikan kemudahan akses dalam mencari barang yang dibutuhkan.
4.Teknik rapi yang diterapkan adalah klasifikasi, penetapan tempat, carik pengenal, garis batas, kode warna dan berbagai teknik lainnya.



R E S I K



1. Latar Belakang Resik
Resik berarti “segala sesuatu dalam keadaan bersih tanpa noda”. Bila keadaan tempat kerja kotor maka timbul gangguan dalam bekerja. Jadi resik berarti segala sesuatu di tempat kerja selalu dalam kondisi “siap pakai”.
Motivasi untuk resik dapat dipelajari berikut ini :
- Tempat kerja yang kotor, gelap, berdebu dan kumuh merupakan tempat kerja yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Tempat kotor sering merupakan sarang penyakit yang buruk bagi kesehatan.
- Membersihkan berarti memeriksa. Jadi, dengan melakukan pembersihan, tempat kerja lebih dapat diandalkan, karena terhindar dari berbagai kerawanan seperti kemacetan dan gangguan mesin.
- Dengan melakukan resik berbagai pemborosan karena kebocoran (air, angin, gas, uap, dsb) dapat dihindari.
- Resik bukan kemewahan, melainkan syarat utama untuk bekerja dengan baik.
- Resik juga sangat berkaitan dengan kualitas hasil kerja. Bila tempat kerja dibiarkan kotor, hasil kerja akan tercemar dengan berbagai kotoran, sementara itu kualitasnya tak dapat dijamin sepenuhnya.
- Kesan bersih dapat menciptakan transaksi dengan mitra bisnis.

2. Resik Yang Seperti Apa?
Resik berarti tanpa noda. Dalam hal ini, standard kebersihan harus ditetapkan. Sasaran yang paling hilir dari resik adalah menghilangkan sumber-sumber pengotor di tempat kerja. Bila kotoran itu tidak ada maka proses produksi lebih terkendali dan mampu menghasilkan barang-barang produksi secara konsisten. Proses-proses yang menghasilkan limbah hendaklah ditemu-kenali dan dicarikan jalan keluar untuk mengisolir limbah tersebut. Dengan demikian resik juga berarti manajemen limbah.
Aspek lain dari resik adalah membersihkan berarti memeriksa. Kebiasaan karyawan untuk selalu membersihkan tempat kerja dan alat kerja mereka masing-masing merupakan kebiasaan yang sangat positif. Dalam membersihkan, secara tidak langsung mereka melakukan pemeriksaan secara mendalam terhadap peralatan kerja dan mesin-mesin. Suatu pepatah di Jepang mengatakan bahwa : “selagi membersihkan tempat kerja, karyawan juga membersihkan pikirannya dari hal-hal yang kotor”. Kembali di sini, kita diingatkan bahwa 5R bukan sekedar kondisi fisik tempat kerja, namun juga mental karyawan.
3. Langkah-langkah Menuju Resik :
1).Persiapan sarana kebersihan. Sarana kebersihan harus diperlakukan sebagai alat kerja.
2).Pembersihan tempat kerja, segala jenis kotoran di tempat kerja dan mesin harus disingkirkan sehingga semuanya tampak bersih.
3).Peremajaan tempat kerja. Segala sesuatu yang rusak diperbaiki : lampu, pipa bocor, mesin berkarat, cat yang pudar, garis batas, dsb. Penanganan terhadap sumber pengotor juga perlu ditekankan, yaitu dengan mengusahakan isolasi terhadap limbah proses tertentu.
4).Pelestarian resik di tempat kerja. Sistem piket, pembagian tanggung jawab daerah kebersihan, kontes resik, pembiasaan kagiatan 5R, kebersihan 5 menit menjelang akhir jam kerja.


4. Kiat-kiat Untuk Resik :
Resik hendaknya melekat (built-in) pada tempat kerja dan para penghuninya. Guna meningkatkan resik, maka berbagai kiat berikut ini dapat diterapkan.

Sarana Resik: Peralatan kebersihan untuk tiap tempat kerja disesuaikan dengan kebutuhan di masing-masing tempat, tidak disamakan semua. Kebutuhan harus dipikirkan bersama. Jangan lupa mengusahakan rapi untuk penempatan alat kebersihan.

Cat Lantai: Lantai di pabrik yang dicat secara menyeluruh menimbulkan kesan yang bersih, sementara itu sumber pengotor menjadi lebih mudah dikenali. Menjaga kebersihan pada tempat kerja dengan lantai yang sudah dicat juga lebih mudah.

Garis Batas Lantai: Berfungsi ganda sebagai sarana rapi dan resik. Dengan garis ini, tanggung jawab daerah juga menjadi jelas.

Denah Kebersihan: Diterapkan guna menegaskan tanggung jawab, di samping nama penanggung jawab, foto dan item tanggung jawab dapat pula diperagakan.

Sumber Pengotor: Atasi kotoran sedini mungkin pada sumber pengotornya (limbah), gunakan penampung, pelindung, penyedot, dsb.

Rangkuman :
1.Resik berarti memeriksa. Resik juga berarti menciptakan keadaan tempat kerja yang selalu siap pakai.
2.Resik berkaitan dengan kesehatan dan hygiene perusahaan.
3.Resik memberikan manfaat pada penghematan sumber daya yang bisa bocor, resik juga menghindarkan dari berbagai gangguan mesin.
4.Resik hendaknya diusahakan melekat pada tempat kerja dan karyawan. Kebiasaan melakukan resik hendaklah ditekankan secara berkesinambungan.

















RAWAT



1.Latar Belakang Rawat
Rawat berarti “menjaga dan memelihara keadaan yang sudah baik di tempat kerja”. Bila kita hanya menerapkan 3R yang pertama saja, maka tak lama kemudian segala sesuatu akan kembali rancu seperti semula. Beberapa butir untuk kesadaran melakukan Rawat adalah :
- Semua praktek yang sudah baik perlu dipelihara agar semua orang dapat selalu menjaganya.
- Kesalahan merupakan suatu kejadian yang menimbulkan biaya namun tidak memberikan nilai tambah, sementara itu kualitas dapat menurun.
- Kesalahan terjadi karena orang tidak tahu atau lupa. Oleh karenanya sumber kesalahan karena tidak tahu atau lupa harus dihilangkan melalui standarisasi dan pelatihan.
- Bila semua orang mengerti dan mendapatkan informasi yang cukup dalam melaksanakan tugasnya, tugas dapat dilaksanakan tanpa kesalahan dan memenuhi Quality, Cost maupun Delivery.
- Ketidakpastian dan ketidakwajaran di tempat kerja dapat disingkirkan dengan melakukan kegiatan Rawat.
- Masing-masing tempat kerja memiliki butir periksa dan butir kendali yang perlu dipastikan sehingga kesalahan tidak terjadi.

2.Rawat Yang Seperti Apa?
Tempat kerja umumnya memiliki dinamika tertentu. Dinamika ini adalah baik sejauh terdapat pengendalian ke arah dinamika untuk perbaikan berkesinambungan. Namun bila tidak, maka dinamika ini akan membawa tempat kerja pada keadaan yang lebih buruk, bahkan lebih buruk dari semula. Fungsi Rawat dalam menjaga dan memelihara keadaan yang sudah baik sangatlah penting. Rawat memiliki sasaran kestabilan (menghindari fluktuasi) di tempat kerja, di samping juga mengurangi ketidak-pastian di tempat kerja.
Seperti pernah dijelaskan di bagian depan, tempat kerja harus dipandang sebagai lingkungan buatan hasil rekayasa manusia sepenuhnya. Sebagai lingkungan buatan maka ketidak-pastian harus disingkirkan dari tempat kerja. Ketidak-pastian ini dapat disebabkan karena :
- Standard yang tidak ada
- Standard ada tapi tidak dipahami karena tak pernah dijelaskan
- Standard dipahami tapi sulit dilaksanakan karena berbagai sebab
- Standard bagus tapi lupa karena tak pernah diingatkan
- Standard tidak ditaati karena tidak pernah dikukuhkan
Dari berbagai sebab di atas maka hal yang paling sering ditemukan adalah standard tidak ada. Standard dalam hal ini lebih ditekankan sebagai aturan operasional, bukan aturan internal birokrasi organisasi. Menurut penelitian, perusahaan kelas dunia memiliki standard operasional dan standard internal birokrasi organisasi dengan perbandingan 80:20. Sebaliknya perusahaan yang kurang efektif justru memiliki perbandingan kebalikannya (20:80). Mengapa demikian? Sebabnya adalah orientasi perusahaan kelas dunia, yang selalu mementingkan konsumen dan produk yang dihasilkan bagi konsumennya. Makin banyak aturan operasional yang ada berarti makin banyak pula kehendak konsumen yang diterjemahkan menjadi standard tertulis dalam mengerjakan produk.
Di samping standard yang cukup memadai, Rawat juga menerapkan “Visual Control”. Visual Control dimaksudkan sebagai sarana pantau dari standard dan aturan yang ada. Visual Control juga dimaksudkan untuk memberikan informasi yang memadai bagi karyawan dalam melaksanakan tugas, sehingga kesalahan-kesalahan dapat dikurangi semaksimal mungkin. Jadi, Rawat yang dimaksud dalam hal ini adalah tersedianya standard operasional guna menghindari orang bingung dan Visual Control guna memantau keadaan.

3. Langkah-langkah Menuju Rawat
Guna mendapatkan tempat kerja yang Rawat, dilakukan langkah-langkah :
1).Penentuan butir kendali, merupakan item-item yang sering menjadi sumber (rawan) kesalahan.
2).Penetapan kondisi tak wajar serta kesalahan yang mungkin terjadi.
3).Rancangan mekanisme pantau dan pemantauan terhadap kesalahan.
4).Antisipasi tindak lanjut penanggulangan bila kesalahan terjadi.
5).Pemeriksaan berkala terhadap keandalan mekanisme pantau dan mekanisme tindak lanjut.
Pada prinsipnya kegiatan Rawat diawali dengan sistem yang sederhana dahulu, seperti standarisasi kerja, papan peraga, kemudahan melakukan pemantauan. Semuanya itu berakar pada prinsip pengendalian terperaga (Visual Control), semua orang dapat mengerti dengan hanya sekali pandang.

4.Kiat-kiat Dalam Melakukan Rawat
Beberapa saran dalam melakukan rawat :

Atribut Kerja: Kelengkapan atribut kerja dari karyawan perlu dibina. Pakaian seragam, kartu pengenal, tanda atribut lain dan berbagai peralatan pelindung diri perlu diperhatikan.

Standard Kerja: Bila sarana kerja, urutan kerja dan waktu kerja ditetapkan melalui standard kerja yang benar, maka hasil kerja dapat dipastikan berhasil baik. Standard kerja dipilih dari metode terbaik, bebas pemborosan, mutakhir dan terperaga di tempat kerja. Lebih baik lagi bila karyawan dapat membuat sendiri standard kerjanya.

Rambu Keselamatan Kerja: Dikembangkan dalam rangka menghindari tindakan tidak aman dari karyawan. Ketentuan alat pelindung diri harus ditetapkan untuk tiap daerah secara pasti.

Papan Peraga: Umumnya dapat digunakan untuk mencatat kemajuan produksi, penilaian butir periksa, kualitas, keselamatan kerja.

Indikator Warna: Gunakan warna-warna untuk memperjelas informasi.





Rangkuman :
1.Rawat berfungsi menjaga kestabilan dan arah dinamika tempat kerja yang memiliki semangat perbaikan berkesinambungan.
2.Standard dan Visual Control (pengendalian terperaga) merupakan kunci dalam melaksanakan rawat.
3.Rawat bertujuan menghindari berbagai dalih dan alasan serta ketidak-pastian dalam menangani kesalahan kerja.
4.Pada perusahaan yang baik, standard lebih cenderung merupakan standard operasional yang diterjemahkan dari kehendak konsumen.









































R A J I N



1.Latar Belakang Rajin
Rajin berarti “melakukan apa yang harus dilakukan dan menghindari apa yang tak boleh dilakukan”. Meskipun sederhana seperti R yang lain, Rajin merupakan kunci dari pembinaan pola pikir kolektif dan pola tindak kolektif.
Kesadaran untuk melakukan Rajin dapat ditelusuri dari :
- Keragaman pola pikir dan pola tindak merupakan sumber kegagalan penyampaian informasi dan instruksi kerja.
- Rajin berkaitan dengan pembentukkan pola pikir dan pola tindak dari para karyawan yang memadai di tempat kerja.
- Intinya adalah merubah berbagai kebiasaan yang kurang positif dengan berbagai kebiasaan yang positif dan mendukung produktivitas kerja.
- Hubungan antar karyawan, hubungan karyawan dengan tugas, sikap terhadap waktu dan sebagainya, merupakan aspek yang digarap melalui Rajin.
- Karyawan dengan sikap rajin memiliki keandalan yang tinggi, karena pola tindaknya lebih dapat diantisipasi dan memiliki tingkat kepastian tinggi.
- Kesempatan belajar bagi para karyawan merupakan salah satu aspek dari Rajin. Organisasi yang belajar dan karyawan yang berpikir.

2.Rajin Yang Seperti Apa?
Konsep rajin atau disiplin tidak hanya sekedar tepat waktu atau tidak pernah absen, namun mencakup semua tindak dan perilaku karyawan yang diterapkan sehari-hari.
Keadaan Rajin dicapai melalui proses panjang pembinaan tenaga kerja. Jadi dalam hal ini tak dapat dilakukan penilaian tentang bagaimana suatu organisasi telah mencapai tahap rajin. Karena pembinaan manusia memang merupakan perjalanan tanpa akhir. Kita hanya bisa menilai kadar rajin yang sudah tertanamkan dalam suatu organisasi. Rajin terwujud dalam bentuk antara lain :
1.Perilaku karyawan yang positif
2.Kebanggaan profesional
3.Semangat untuk perbaikan
4.Cepat tanggap
5.Taat azas
6.Dapat diandalkan
7.Kerjasama team
Peran pimpinan dalam memberikan suri tauladan sangatlah berpengaruh dalam menanamkan sikap rajin ini.

3.Langkah-langkah Menuju Rajin
Langkah sistematis berikut ini dapat digunakan dalam bentuk rajin :
1).Penetapan target bersama. Komunikasi sangatlah penting dalam mengembangkan norma kerja. Karyawan harus memahami apa yang ingin dikembangkan.
2).Teladan dari atasan. Karyawan tidak mengikuti apa yang dikatakan pemimpin, mereka akan mengikuti apa yang dilakukan pemimpin.
3).Pembinaan hubungan karyawan. Sikap saling menghormati dan mau saling mendengarkan merupakan landasan membina kebiasaan.
4).Kesempatan belajar bagi karyawan. Banyak segi operasi kerja yang belum dipahami karyawan, oleh karenanya kesempatan untuk belajar harus pula dikembangkan.

4.Kiat-kiat Menerapkan Rajin
Komunikasi Pagi: Karyawan dibiasakan untuk melakukan komunikasi (apel) koordinasi di pagi hari (saat mulai kerja), secara singkat membicarakan program kerja yang akan dilakukan.

Sarana Perlengkapan: Penempatan kalender, jam dinding dan berbagai sarana fisik lainnya (termasuk sarana kebersihan).

Teladan Atasan: Contoh kongkrit dan pembauran yang dilakukan oleh atasan mendorong terciptanya rajin.

Saling Menyapa: Perlu ditetapkan sikap standard dalam berkomunikasi dan saling berhubungan.

Peta Kemampuan Karyawan : Merupakan bentuk penghargaan karyawan atas kemampuannya dan juga dorongan untuk belajar.

Teknik Bertanya: Gunakan “5 Mengapa” untuk mengarahkan pola pikir karyawan ke arah yang benar.

Kesediaan Mendengarkan: Kesempatan untuk mengemukakan pendapat dari karyawan hendaklah dibuka lebar.

Rangkuman :
1.Rajin pada dasarnya adalah membina kemampuan dan keandalan dari karyawan.
2.Melalui rajin pola pikir dan pola tindak karyawan dibina dan dikembangkan secara positif.
3.Rajin bukan suatu program yang hasilnya dapat segera tampak, melainkan suatu proses yang tiada henti.
4.Rajin terutama berkaitan dengan hubungan antar manusia, atasan-bawahan, petugas dengan tugasnya, sikap karyawan terhadap waktu, konsumen, dsb





0 komentar:

Posting Komentar